Jumat, 30 Desember 2011

RASIONALITAS TAFSIR AL QUR’AN

A.Latar Belakang
Kajian tafsir dan ta’wil merupakan 2 hal yang tak dapat dipisahkan dalam dunia Akademika, mulai dari pengertian tafsir dan ta’wil yang telah didefinisikan dengan berbagai literatur buku - buku tafsir, dan juga didalam kajian - kajian yang membahas mengenai pengarang, penulis, penggagas, sampai pencetus ilmu tafsir telah mendefinisikan ilmu tafsir dan ta’wil didalam berbagai buku, sampai kitab - kitab klasik yang khusus membahas tentang tafsir dan ta’wil, tentu saja apa yang telah didefinisikan dan dituliskan oleh para penggagas dan pencetus ilmu tafsir, itu tidak sama dan tidak sepadan atau mungkin berbeda mengenai pendefinisiannya yang dikemukakan oleh masing - masing mufssir, meskipun perbedaan itu tampak kelihatan, dan mungkin telah mewarnai dunia Intelektual keislaman dari dulu hingga sampai sekarang, itu membuktikan bahwa semakin bertambahnya para mufassir atupun orang yang berkecimpung didalam dunia tafsir.
                        Berdasarkan kontekstual yang telah berkembang dikalangan sifitas Akademika di atas, disini penulis berusaha mengemukakan dan menjelaskan tentang makna tafsir mulai dari pengertiannya, sampai tahap tahap yang di capai oleh para mufassir, dan metode penafsiran yang baik dan benar.
B. Pendahuluan
            Pengkajian mengenai tafsir dan ta’wil merupakan 2 hal yang sudah lazim di kalangan mahasiswa UIN Jakarta, khususnya Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, terkhusus lagi bagi jurusan tafsir hadis, kajian hal seperti itu akan penulis kemukakan mengenai pengertian, sejarah, beberapa corak tafsir dan metodenya, syarat syarat mufassir, kebutuhan tafsir, dan keutamaan  terhadap tafsir.           
C. Pengertian Tafsir[1]
Tafsir menurut pengertian etimologi atau secara bahasa, tafsir mengikuti wazan “ taf’il”  yang berawal dari kata “Al fasr”(f,s,r) yang berarti menjelaskan, menyingkab, dan menampakan, atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan “Daroba  - Yadribu” dan Nasara - Yansuru”, yang artinya “abanahu” (menjelaskan), kata At tafsir dan Al fasr mempunyai arti menjelaskandan, menyingkab yang tertutub.
Dalam lisanul Arab dikatakan, kata “Al fasr” berarti menyingkabkan makna lafadz yang tertutup. Sedangkan kata “At tafsir” berarti menyingkabkan maksa lafadz yang muskil dan pelik. Di dalam Al qur’an telah dinyatakan dalan (QS. Al Furqon :33) yang artinya” tidaklah mereka datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu membawa sesuatu yang benar dan paling baik tafsirannya. Maksud dari “ paling baik tafsirannya” disini adalah paling baik penjelasannya dan perinciannya. Dan diantara 2 bentuk kata “At  tafsir dan Al fasr” , kata At tafsirlah yang banyak digunakan.
Menurut Al Ragib[2], kata At tafsr dan As safr adalah 2 kata yang saling berdekatan lafadz dan maknanya, tetapi yang pertama untuk menunjukan arti menampakan, mendhahirkan makna yang abstrak, sedangkan kata yang ke2 untuk menampakan benda kepada penglihatan mata.
Tafsir secara Terminologi atu istilah adalah seperti yang telah dijelaskan oleh para Ulama’ terdahulu. Mengingat banyaknya Ulama’ yang mendefinisikan pengertian tafsir secara terminologi, maka disini penulis akan mengemukakan pengertian tafsir  yang telah dikemukakan oleh berbagai ulama’ terdahulu.
1.      Menurut Syaik Al jazairy, dalam At taujih, beliau menjelaskan tafsir pada hakikatnya adalah menerangkan lafadz yang sukar untuk difahami oleh pendengar dengan uraian yang lebih memperjelas pada maksud baginya, baik dengan mengemukakan sinonimnya, atau kata yang mendekati sinonim kata itu, atau menguraikan yang mempunyai petunjuk kepadanya melalui suatu jalan dalalah.
2.      Menurut Dr Ahmad Muin salim, beliau menyebutkan bahwa fungsi Al Qur’an ada 2, yaitu:  fungsi epistemology yaitu sebagai metode pengetahuan terhadap ayat Al Qur’an yang informatif. Dan yang kedua fungsi pendayagunaan norma - norma kandungan Al Qur’an melalui  tafsirnya.
3.      Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, beliau menegaskan bahwa pemahaman terhadap ayat - ayat Al Qur’an melalui penafsiran sangat penting dan mempunyai peran besar bagi maju mundurnya umat, sekaligus dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
Dari beberapa pengertian yang telah diungkabkan diatas, dapat dilihat bahwa rumusan[3] rumusan satu dan yang lainnya, berbeda dalam titik perhatiannya yaitu” menjelaskan” ada yang titik perhatiannya pada lafadz, ayat, dan ada pula yang langsung ke kitabullah (Al Qur’an).
            Adanya ataupun timbulnya perbedaan tersebut, bukan berartti bahwa pendapat satu dan pendapat yang lainnya tidak dapat dipertemukan, melainkan antara pendapat satu dan pendapat yang lainnya saling melengkapi, bahwa dalam menafsirkan Al Qur’an harus memahami makna ayat - ayatnya, ataupun lafadz - lafadznya, supaya yang tidak jelas menjadi jelas, dan yang samar menjadi terang, dan supaya Al Qur’an mudah difahami dan Al Qur’an sebagai kitab pedoman hidup manusia benar - benar dapat difahami, dimengerti, dihayati, dan diamalkan demi tercapainya kebahagiaan dunia dan Akhirat.
            Unsur - unsur pokok untuk mengetahui ataupun memahami  pengertian tafsir adalah sebagai berikut:
1.      Hakikat tafsir adal;ah menjelaskan maksud ayat - ayat Al Qur’an yang sebagian besar masih dalam bentuk yang sangat global.
2.      Tujuan dari tafsir adalah memperjelas apa yang sulit difahami, sehingga ayat - ayat Al Qur’an dapat difahami dan dihayati.
3.      Bertujuan agar Al Qur’an sebagai pedoman hidup dan hidayah dari Allah, benar benar berfungsi sebagaimana mestinya.
4.      Bahwa upaya menafsirkan Al Qur’an bukan untuk memastikan, demikianlah yang dikehendaki oleh Allah dalam firmannya, namun pencarian makna itu hanyalah menurut kadar kemampuan manusia dengan segala keterbatasan  ilmunya.
D. Beberapa Corak dan Methode Tafsir[4]
1.      Methode Tahlili
Tahlili merupakan salah satu metode tafsir yang bertujuan menjelaskan isi kandungan Al Qur’an dari seluruh aspek aspeknya. Seorang mufassir yang mengikuti  metode ini, maka mereka akan menafsirkan ayat ayat Al Qur’an secara urut dan runtut mulai awal hingga akhir dan susunan suratnya sesuai dengan mushaf Utsmani, untuk itu para mufassir menjelaskan atau menguraikan kosa kata dan lafadz menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsure unsure I’jaz dan balaghohnya, serta berbagai kandungan aspek pengetahuan dan hukum.
Penafsiran dengan metode Tahlili, selain menerangkan ayat ayat Al Qur’an secara urut dan runtut, metode ini juga tidak meninggalkan Asbabun nuzul suatu ayat dan munasabah (hubungn ayat dengan ayat) yang lain.
Dalam pembahasannya biasanya penafsir merujuk pada riwayat riwayat terdahulu, baik riwayat tersebut dari nabi maupun sahabat, maupun ungkapan ungkapan arap pra islam dan kisah Isroiliyat. Oleh karena itu pembahasan yang terlalu luas itu, tidak menutup kemungkinan penafsirannya diwarnai subjek bias penafsir, baik latar belakang keilmuan maupun madzhab yang dianutnya, sehingga menyebabkan adanya kecenderungan khusus yang teraplikasikan dalam karya mereka
2        Metode Ijmali
Ijmali merupakan salah satu metode tafsir yang bertujuan untuk mengemukakan makna makna global,  Dengan menggunakan metode ini, penafsir menjelaskan dan  maksud ayat dengan uraian singkatnyang dapat menjelaskan sebatas artinya, tanpa menyinggung hal hal selain arti yang dikehendaki oleh mufassir. Didalam uraiannya penafsir membahas secara runtut berdasarkan urutan mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.
Dalam penyampaiannya penafsir menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana serta memberikan idiom yang mirip bahkan sama dengan bahasa Al Qur’an. Sehingga pembaca seolah olah merasa bahasa Al Qur’an  sendiri yang berbicara dengannya, dengan demikian akan diperolh pengetahuan yang sempurna dan sampailah ia pada tujuannya dengan cara serta ungkapan dan uraiannnya yang sangat singkat dan bagus.
3.Metode Muqarran
Sesuai dengan penamannya, metode ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan (komparasi) tafsir Al Qur’an. Penafsir yang menggunakan metode ini pertama kalinya menghimpun sejumlah ayat - ayat Al Qur’an kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat - ayat Al Qur’an tersebut dalam karya mereka. Melalui metode inilah penafsir akan mengetahui posisi dan kecenderungan para penafsir sebelumnya, yang dimasukan dalam kajiannya.
            Metode ini juga digunakan untuk membahas ayat - ayat Al Qur’an yang memiliki kesamaan redaksi namun dengan topik yang berbeda, ataupun sebaliknya dengan topik yang sama dengan redaksi yang berbeda dalam kaitannya dengan metode ini, ada juga penafsir yang membandingkan antara ayat - ayat Al Qur’an dengan hadits nabi Muhammad SAW, yang secara lahiriyah tampak berbeda.
Salah satu karya tafsir yang lahir di zaman modern ini yang menggunakan metode komparasi adalah” Qur’an and it’s Interpreters” buah karya Prof. Mahmud Ayub.
E. Syarat Syarat dan Adap Bagi Mufassir[5]
Kajian ilmiyah yang objekif merupakan asas utama bagi pengetahuan yang memberikan kemanfaatan bagi para pencarinya, dan buahnya merupakan makanan yang paling lezat bagi santapan pikiran dan perkembangan akal.
Oleh karena itu, tersedianya sarana dan prasarana yang memadai bagi seorang pengkaji, merupakan hal yang mempunyai nilai tersendiri bagi kemampuannya, buah kajiannya, dan kemudahan pemiliknya.
Syarat syarat bagi Mufassir
Seperti yang telah disebutkan dalam studi studi ilmu - ilmu Al Qur’an oleh Syaikh Mana Khalil Al Khattan, beliau menyebutkan bahwa para ulama’ telah memaparkan syarat - syarat yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh setiap mufassir, sebagaimana disebutkan dibawah ini :
a.      Akidah yang benar.
b.      Bersih dari hawa napsu.
c.       Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an terlebih dahulu.
d.      Mencari penafsiran dari Sunnah.
e.      Mencari pendapat para Sahabat.


Daftar Pustaka :
  1. As Syuyuthi, Imam Jalaluddin.Samudra Ulumul Qur’an. Surabaya: PT Bina Ilmu.
  2. Al Khattan Manaa Khalil. Studi Ilmu Ilmu Al Qur’an.Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa
  3. Hasan, M. Ali. dan Rif’at Syauqi Nawawi.Pengantar Ilmu Tafsir.Jakarta:PT Bulan Bintang. 1988
  4. Asy Syrbashi, Ahmad. Sejarah Tafsir Al Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus.
  5. Ash Shidiqy, T.M Hasbi. Sejarah dan pengantar Ilmu Tasir
  6. Azra, Azyumardi. Sejarah Dan Ulumul Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus.2008  
  7. Surya dilaga, M dan dkk. Metodologi Ilmu Tafsir.Jogjakarta: TERAS. 2005


[1] Manaa Khalil Al Khattan “Studi Ilmu Ilmu Al Qur’an” hal 455
[2] M. Ali. Hasan & Rif’at Syauqi Nawawi “Pengantar Ilmu Tafsir” hal 139
[3] M. Ali Hasan & Rif’at Syauqi Nawawi “Pengantar Ilmu Tafsir” hal 143
[4] Prof. Dr, Muin Salim, MA. Hal 41-47
[5] Manaa Khalil Al Kattan “ Studi ilmu Ilmu Al QUr’an” hal 462