Selasa, 03 Juli 2012


UPAYA PENGEMBANGAN KAJIAN AL QUR’AN MELALAUI LIVING AL QUR’AN[1]
            Sejarah telah membuktikan bahwa al Qur’an mempunyai peranan yang penting dalam membawa umat ini menuju kehidupan yang berkedaban serta berbudi pekerti yang luhur. Tidak hanya itu, al Qur’an juga sebagai pembela kaum tertindas, serta pengerem tindakan zalim, penyemangat perubahan, penentram hati, sebagai obat(syifa’) dan bahkan al Qur’an adalah penyelamat dari malapetaka. Dengan mengaca pada konteks tersebut, maka nyatalah bahwa al Qur’an telah memberikan manfaatnya secara kongkrit kepada umat manusia. Indikasinya, al Qur’an dengan jargonnya “shahih likulli zaman wa al makan” akan selalu dibaca, dikaji, dipelajari, bahkan dikembangkan kajiannya mulai sejak diturunkannya sampai sekarang, tidak hanya oleh golongan muslim saja, akan tetapi juga oleh banyak orang non muslim yang beromba-lomba untuk mengkaji al Qur’an.
            Meskipun tidak mudah untuk dapat memetakan hubungan manusia dengan al Qur’an. Akan tetapi penting kiranya kita bisa mengetahui pemetaan tersebut, mengingat al Qur’an tidak hanya dikaji oleh golongan umat muslim saja, akan tetapi al Qur’an juga telah menjadi kajian dikalangan umat non muslim. Dalam sejarahnya ada 2 sarjana muslim yang berusaha memetakan kajian al Qur’an. Diantara mereka adalah: Fazlur Rahman(w. 1988) Intelektual kelahiran Pakistan, dan Farid Esak(sarjana doktor bidang ilmu tafsir berkulit hitam asal Afrika Selatan). Dalam pemetaan Fazlur Rahman, dia menggunakan analogi sebuah negara, menurutnya ada 3 kelompok besar yang mengkaji al Qur’an, antara lain yakni: Citizents(penduduk asli, umat islam), Foreigners(kelompok asing/non muslim), dan terakhir kelompok Invanders(penjajah/kelompok yang ingin menghancurkan al Qur’an).
            Sedangkan Faris Esak dalam bukunya The Qur’an: a Short Introduktion memetakan kajian al Qur’an meliputi 2 sisi antara lain: sisi Lover(mencintai al Qur’an/ orang yang berinteraksi dalam al Qur’an), dan Beloved(yang dicintai yakni al Qur’an). Pemetaan tersebut bukan berarti pernyataan final yang tidak bisa disanggah lagi, akan tetapi hal tersebut hanyalah interpretasi dari seorang ilmuan yang dengan upaya intelektualnya berusaha untuk dapat memahami pemetaan al Qur’an. Terlepas dari pemetaan diatas, al Qur’an secara garis besar memiliki 2 bagian yang masing-masing darinya terbagi lagi kedalam 3 kelompok. Dua bagian tersebut adalah: Umat Muslim yaitu orang Islam sendiri dan Non muslim. Adapun dari bagian petama(umat islam) ini memuat 3 kelompok yaitu: pertama,Uncritikal Lover(pecinta tak kritis). Kelompok ini terdiri dari orang-orang awam yang mencintai kekasihnya(al Qur’an) secara “buta”, mereka menyintai kekasihnya melebihi segala-galanya, bahkan mereka tidak pernah meragukan akan isi kandungan serta keotentikan al Qur’an. Dalam pandangan mereka, al Qur’an telah menjadi entitas yang memiliki nilai tersendiri dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari.
            Kedua, Scholarly Lover, yakni mereka para sarjana konfensional yang berusaha menjelaskan bahwasanya al Qur’an adalah wahyu dari Allah yang memberikan ketenangan dan karenanya al Qur’an musti dijadikan pegangan hidup. Mereka berusahah menjelaskan I’jaz (kemukjizatan al Qur’an) secara ilmiyah dengan piranti-piranti ilmu tafsir yang sudah mapan. Diantara mereka adalah;Abû al A’la al-Maudûdî dengan Tafhim al Qur’an nya, A’isyah ‘Abdurrhman bint Syathi’ dengan at Tafsir al Baytan Li al Qur’an al Karim, dan lain-lain. Dan kelompok ketiga adalah Critikal  Lover, yaitu para pecinta yang kritis. Mereka yang menyintai kekasihnya(al Qur’an) dengan berusaha menanyakan akan sifat-sifat, asal usul, serta keotentikan kekasinya tersebut. Hal ini tidak lain mereka lakukan adalah sebagai bentuk refleksi kedalaman cinta mereka kepada kekasihnya(al Qur’an). Dinatara mereka adalah; Fazlur Rahman, Nasr Hamid Abu Zayd, dan Muhammad Arkoun.
            Sedangkan kelompok besar yang kedua adalah golongan non Muslim.  Dalam golongan ini tebagi kedalam 3 kelompok juga, antara lain; kelompok pertama The Fraind of Lover(teman pecinta), kelompok ini tidak berbeda dengan kelopok Critikal  Lover, yang membedakan antara mereka hanyanya agamanya. Kelompok yang pertama ini dihuni oleh golongan Orientalisme yang baik. Diantara mereka adalah; Kennth Cragg dengan karyanyaThe Event of The Qur’an- Islam and its Scripture Reading in The Qur’an, dan lain-lain. kelompok kedua, disebut dengan Revisionist(kelompok non islam yang berusaha merevisi al Qur’an beserta aspek-aspek inherenya, serta berusaha melemahkan al Qur’an dengan bukti-bukti akademis yang ditemukanya). Dan terakhir adalah kelompok Polemicist(orang non muslim yang menolak al Qur’an secara membabi buta).
            Pemetaan seperti yang telah disebutkan diatas kiranya bertujuan untuk memperkenalkan kepada kaum muslim, serta berupaya untuk mengenalkan kepada semua manusia bahaasannya al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam telah memiliki khazanah intelektual yang begitu luas dan mendalam. Dalam hal ini Uncritikal Lover(pecinta tak kritis) telah banyak mendominasi kajian al Qur’an saat ini, akan tatapi tidak menutup kemungkinan bahwa kelompok yang lainnya juga banyak kita ketemukan seperti yang telah penulis sebutkan diatas. Intekasi terhadap al Qur’an yang telah dilakukan oleh umat Islam tidak lain hanyalah berupaya untuk menerapkan ayat-ayat al Qur’an dalam mengarungi kehidupan mereka sehari-hari. Upaya kajian al Qur’an melalui Living al Qur’an pada dasarnya telah menjadi budaya atau lebih tepatnya telah mendarah daging dikalangan masyarakat islam, terutama mereka para pecinta al Qur’an yang berusaha untuk mejelaskan sisi kemukjizatan al Qur’an melalui kajian tafsir al Qur’an(kh).




[1] Artikel ini dikutip Moh Khoiri dari Jurnal SUHUF:Jurnal Kajian al Qur’an dan Kebudayaan Vol 4 2011, yang telah diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan al Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian RI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar