Jumat, 02 Maret 2012

4 CARA MENGETAHUI KEKURANGAN DIRI SENDIRI


                Ketahuilah, bahwa sesungguhnya ketika Allah SWT menghendaki kebaikan pada umatnya, niscaya umat tersebut akan diuji oleh-Nya. Ujian tersebut mungkin sering kali kita rasakan, akan tetapi kita belum mengetahui bahwa sesungguhnya dibalik ujian tersebut tersimpan misteri besar yang belum terungkap. Misteri tersebut adalah bukti cinta Allah SWT terhadap umatnya. Namun sering kali kita tidak menghiraukan akan ujian tersebut, bahkan kita menilai, dan sering kali beranggapan, “mengapa Allah melimpahkan ujian yang begitu berat kepada kita”. Munculnya anggapan tersebut mungkin bisa jadi karena kita terlalu jauh dari-Nya, karena kita sendiri tidak mengetahui hakikat dan jati diri kita sebenarnya.
            Maka, barang siapa yang penglihatan mata hatinya tajam, niscaya orang tersebut akan mengetahui hakikat dan jati dirinya, serta kesalahan-kesalahan yang selama ini dilakukannya.bahkan Rasulaulah dalam sebuah haditsnya telah berkata “Barang siapa mengetahui dirinya, maka ia mengetaui Tuhan-Nya” Ketika orang tersebut telah mengetahui kekurangan yang ada dalam dirinya, maka sedikit-demi sedikit ia akan berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam dirinya. Namun kebanyakan dari kita tidak banyak yang mengetahui cacat-cacat yang ada dalam diri kita. Karena sering kali seseorang diantara kita nampak debu di mata saudaranya, akan tetapi bukit yang ada didepannya tidak nampak baginya.
            Darisinilah kita akan mengetahui bahwa sesunguhnya mengetaui cacat yang ada dalam diri sendiri itu jauh lebih lebih baik, daripa mengetahui cacat yang ada pada orang lain. Dalam kaitannya mengetahui kekurangan yang ada dalam diri kita, disini Dra Qiqi Yulianti Zakiah, M.Ag, telah memaparkan dalam bukunya yang berjudul “KULIAH KULIAH AKHLAK;IMAM AL GHAZALI”. Bahwasannya seseorang yang ingin mengetahui cacat yang ada dalam dirinya, maka setidaknya ia harus mengetahui 4 cara sebagaimana berukut.
            Empat cara tersebut diantaranya adalah:
Pertama,  hendalaklah orang tersebut mencari Syaikh(guru) yang piawai dan mengetahui perihal cacat kejiwaan serta penyakit-penyakit yang ada didalam hati dan lain-lainnya. Maka setelah orang tersebut menemukan Syaikh(guru), hendaklah ia ceritakan semua pengalaman yang menjadikannya merasa sakit hati dll, seraya menyerahkan kendali kepada Syaikh tersebut dalam rangka Mujahadah(perjuangan batinnya), seperti halnya seorang santri yang patuh terhadap semua perintah dari kiyainya. Dari situ seorang Syaikh(guru) akan menunjukan baginya perihal yang menjadikannya sakit hati, serta penyakit-penyakit dalam yang dideritanya, dengan memberikan jalan keluar dan pengobatan untuk penyakit-penyakit yang dideritanya tersebut, serta memberikan bimbingan keadanya perihal bagaimanakah yang seharusnya dijalani, dll. 
            Kedua, Hendaklah seseorang mencari seorang teman yang tulus dan piawi perihal agama, serta menjaga baik-baik segala aturan syaria’ah yang telah ditetapkan agama. Setelah seorang tersebut menemukan seorang teman yang benar-benar tulus berteman kepadanya, serta teman tersebut benar-benar seorang yang menjaga baik-baik syari’at yang telah ditetapkan agama. Maka setiap kali megetahui ataupun melihat kita berbuat sesuatu yang tidak baik, entah dengan lahir maupun batin kita, maka teman tersebut akan menegurnya dan akan menasehati kita, hingga kita benar-benar tidak ingin melakukan perbuatan tersebut. Dan seperti itulah yang sering kali dilakukan oleh pemimpin-peminpin besar yang bijak dan piawai.
            Bahkan sahabat Umar RA. “Rahmat Allah semoga tercurah atas siapa yang menunjukan kepadaku segala cacat dariku”, ia sering kali menanyakan  hal itu kepada salman. Dan memang begitulah seharunya, siapa saja yang lebih tinggi pangkat dan jabatannya, niscaya ia akan sedikit sekali kekaguman terhadap dirinya, dan sebaliknya dia akan lebih banyak curiga terhadap dirinya sendiri. Maka hendaklah kita memohon kepada Allah SWT. Semoga dibukakannya aib-aib yang ada dalam diri kita, sehingga kita disibukan dengan hal-hal yang bertujuan hanya untuk memperbaiki dan mengobati penyakit yang ada dalam diri kita. Karena pada hakikatnya akhlak yang buruk adalah laksana ular dan kalajengking. Dan karena itu sekiranya ada teman yang mengingatkan kepada kita bahwa ada seekor kalajengking didalam saku kita, niscaya kita akan berterimakasih padanya dan segera disibukan untuk membuang jauh-jauh kalajengking tersebut bahkan jika perlu kita membunuh kalajengking tersebut.
            Ketiga, Hendaklah kita mengambil manfaat dari ucapan-ucapan dari para  pembenci.sperti kata penyair “…….mata yang membenci menonjolkan keburukan”………dan tidak ada hal yang lebih besar  yang bisa kita harapkan dari seorang musuh yang keras hati, selain mengambil manfaat dari cacian dan hujatan yang dilontarkan kepada kita dari pada seorang teman yang bermulut manis, yang hanya memuji-muji dan menyembunyikan aib yang ada dalam diri kita.
            Kempat,  hendaklah kita berteman dengan masyarakat luas. Karena apa saja yang dinilainya tercela, akan menjadikan kita berintropeksi diri dan mengefaluasi perbuatan kita, dan segera memperbaiknya. Karena pada hakikatnya, seorang mukmin adalah cerminan bagi mukmin lainnya, agar ia disamping mengetahui cacat yang ada dalam diri seseorang, dia juga mengetahui cacat yang ada dalam dirinya. Serta menyadari bahwa pada hakikatnya cacat yang ada dalam diri seseorang pasti tidak lepas dari diri kita, karena tabiat seseorang tidak terlepas  dalam mengikuti nafsunya.  Dan apa yang melekat pada diri seseorang pasti tidak akan lepas dari teman dekatnya, mungkin sama ataupun berbeda sedikit. Karena itu hendaklah seseorang menilai dan mengefaluasi dirinya, seperti halnya aib yang ada dalam diri temannya. 
            Betpa efektifnya pendidikan diri sendiri seperti ini. Seandainya semua orang mau meninggalkan segala hal yang tidak disukai dari orang lain, niscaya dia tidak akan memerlukan lagi seorang pendidik. Dan hal itu pernah ditanyakan kepada Isa. “siapa yang telah mendidikmu?” ia menjawab: “tidak seorang pun! Tetapi aku selalu melihat bahwa kejahilan seseorang jahil adalah sesuatu yang buruk, maka aku pun menjauhinya”.(kh).