UPAYA PENGEMBANGAN KAJIAN AL QUR’AN
MELALAUI LIVING AL QUR’AN[1]
Sejarah
telah membuktikan bahwa al Qur’an mempunyai peranan yang penting dalam membawa
umat ini menuju kehidupan yang berkedaban serta berbudi pekerti yang luhur.
Tidak hanya itu, al Qur’an juga sebagai pembela kaum tertindas, serta pengerem
tindakan zalim, penyemangat perubahan, penentram hati, sebagai obat(syifa’) dan
bahkan al Qur’an adalah penyelamat dari malapetaka. Dengan mengaca pada konteks
tersebut, maka nyatalah bahwa al Qur’an telah memberikan manfaatnya secara kongkrit
kepada umat manusia. Indikasinya, al Qur’an dengan jargonnya “shahih likulli
zaman wa al makan” akan selalu dibaca, dikaji, dipelajari, bahkan
dikembangkan kajiannya mulai sejak diturunkannya sampai sekarang, tidak hanya
oleh golongan muslim saja, akan tetapi juga oleh banyak orang non muslim yang
beromba-lomba untuk mengkaji al Qur’an.
Meskipun
tidak mudah untuk dapat memetakan hubungan manusia dengan al Qur’an. Akan
tetapi penting kiranya kita bisa mengetahui pemetaan tersebut, mengingat al
Qur’an tidak hanya dikaji oleh golongan umat muslim saja, akan tetapi al Qur’an
juga telah menjadi kajian dikalangan umat non muslim. Dalam sejarahnya ada 2
sarjana muslim yang berusaha memetakan kajian al Qur’an. Diantara mereka adalah:
Fazlur Rahman(w. 1988) Intelektual kelahiran Pakistan, dan Farid Esak(sarjana
doktor bidang ilmu tafsir berkulit hitam asal Afrika Selatan). Dalam pemetaan
Fazlur Rahman, dia menggunakan analogi sebuah negara, menurutnya ada 3 kelompok
besar yang mengkaji al Qur’an, antara lain yakni: Citizents(penduduk
asli, umat islam), Foreigners(kelompok asing/non muslim), dan
terakhir kelompok Invanders(penjajah/kelompok yang ingin
menghancurkan al Qur’an).
Sedangkan
Faris Esak dalam bukunya The Qur’an: a Short Introduktion memetakan
kajian al Qur’an meliputi 2 sisi antara lain: sisi Lover(mencintai
al Qur’an/ orang yang berinteraksi dalam al Qur’an), dan Beloved(yang
dicintai yakni al Qur’an). Pemetaan tersebut bukan berarti pernyataan final
yang tidak bisa disanggah lagi, akan tetapi hal tersebut hanyalah interpretasi
dari seorang ilmuan yang dengan upaya intelektualnya berusaha untuk dapat
memahami pemetaan al Qur’an. Terlepas dari pemetaan diatas, al Qur’an secara
garis besar memiliki 2 bagian yang masing-masing darinya terbagi lagi kedalam 3
kelompok. Dua bagian tersebut adalah: Umat Muslim yaitu orang Islam sendiri dan
Non muslim. Adapun dari bagian petama(umat islam) ini memuat 3 kelompok
yaitu: pertama,Uncritikal Lover(pecinta tak kritis). Kelompok ini
terdiri dari orang-orang awam yang mencintai kekasihnya(al Qur’an) secara
“buta”, mereka menyintai kekasihnya melebihi segala-galanya, bahkan mereka
tidak pernah meragukan akan isi kandungan serta keotentikan al Qur’an. Dalam pandangan
mereka, al Qur’an telah menjadi entitas yang memiliki nilai tersendiri
dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari.
Kedua,
Scholarly Lover, yakni mereka para sarjana
konfensional yang berusaha menjelaskan bahwasanya al Qur’an adalah wahyu dari
Allah yang memberikan ketenangan dan karenanya al Qur’an musti dijadikan
pegangan hidup. Mereka berusahah menjelaskan I’jaz (kemukjizatan
al Qur’an) secara ilmiyah dengan piranti-piranti ilmu tafsir yang sudah mapan. Diantara
mereka adalah;Abû al A’la al-Maudûdî dengan Tafhim al Qur’an nya,
A’isyah ‘Abdurrhman bint Syathi’ dengan at Tafsir al Baytan Li al Qur’an al
Karim, dan lain-lain. Dan kelompok ketiga adalah Critikal Lover, yaitu para pecinta yang
kritis. Mereka yang menyintai kekasihnya(al Qur’an) dengan berusaha menanyakan
akan sifat-sifat, asal usul, serta keotentikan kekasinya tersebut. Hal ini
tidak lain mereka lakukan adalah sebagai bentuk refleksi kedalaman cinta mereka
kepada kekasihnya(al Qur’an). Dinatara mereka adalah; Fazlur Rahman, Nasr Hamid
Abu Zayd, dan Muhammad Arkoun.
Sedangkan
kelompok besar yang kedua adalah golongan non Muslim. Dalam golongan ini tebagi kedalam 3 kelompok
juga, antara lain; kelompok pertama The Fraind of Lover(teman
pecinta), kelompok ini tidak berbeda dengan kelopok Critikal Lover, yang membedakan antara mereka
hanyanya agamanya. Kelompok yang pertama ini dihuni oleh golongan Orientalisme
yang baik. Diantara mereka adalah; Kennth Cragg dengan karyanyaThe Event of
The Qur’an- Islam and its Scripture Reading in The Qur’an, dan lain-lain.
kelompok kedua, disebut dengan Revisionist(kelompok non islam
yang berusaha merevisi al Qur’an beserta aspek-aspek inherenya, serta berusaha
melemahkan al Qur’an dengan bukti-bukti akademis yang ditemukanya). Dan
terakhir adalah kelompok Polemicist(orang non muslim yang menolak
al Qur’an secara membabi buta).
Pemetaan
seperti yang telah disebutkan diatas kiranya bertujuan untuk memperkenalkan
kepada kaum muslim, serta berupaya untuk mengenalkan kepada semua manusia bahaasannya
al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam telah memiliki khazanah intelektual
yang begitu luas dan mendalam. Dalam hal ini Uncritikal Lover(pecinta
tak kritis) telah banyak mendominasi kajian al Qur’an saat ini, akan tatapi
tidak menutup kemungkinan bahwa kelompok yang lainnya juga banyak kita
ketemukan seperti yang telah penulis sebutkan diatas. Intekasi terhadap al
Qur’an yang telah dilakukan oleh umat Islam tidak lain hanyalah berupaya untuk
menerapkan ayat-ayat al Qur’an dalam mengarungi kehidupan mereka sehari-hari.
Upaya kajian al Qur’an melalui Living al Qur’an pada dasarnya telah menjadi
budaya atau lebih tepatnya telah mendarah daging dikalangan masyarakat islam,
terutama mereka para pecinta al Qur’an yang berusaha untuk mejelaskan sisi
kemukjizatan al Qur’an melalui kajian tafsir al Qur’an(kh).
[1] Artikel ini dikutip Moh Khoiri dari Jurnal
SUHUF:Jurnal Kajian al Qur’an dan Kebudayaan Vol 4 2011, yang telah diterbitkan
oleh Lajnah Pentashihan al Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian RI.