Rabu, 20 Juli 2011

TELAAH SEPUTAR HADITS ALY DAN NAZIL

           Meng-isnadkan suatu hadits, atau mencari sanad suatu hadits merupakan suatu usaha yang urgen dalam bidang perhaditsan. Karena dari sinilah kita akan mengetahui, apakah suatu  hadits yang diriwayatkan tersebut dapat diterima(maqbul) atau tertolak(mardud), karena adanya  noda-noda yang mengakibatkan suatu hadits tersebut tertolak. Dan diantara salah satu sebab yang menjadikan suatu hadits tersebut dapat diterima(maqbul) adalah bila sanad-sanad suatu hadits tersebut saling bertemu dan berakhir  sampai kepada Nabi Muhammad SAW.  dan diantara salah satu sebab yang menjadikan suatu hadits tersebut tertolak(mardud), ataupun tidak diterima haditsnya,  karena sanad suatu hadits tersebut tidak sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
            Bahkah para Ulama’ ahli hadits/muhaditsin, mereka telah bersepakat bahwa meng-isnadkan suatu hadits tersebut adalah sunah ma’akad(sunah yang dikuatkan). Mereka para muhaditsin yang menyatakan bahwa meng-isnadkan suatu hadits adalah sunah mu’akad, karena berdasarkan ucapan Abdullah Ibnu‘l Mubarak yang mengatakan ”Meng-isnadkan suatu hadits itu adalah termasuk ketentuan agama, andaikata suatu hadits tanpa sanad, niscaya orang akan berkata sekehendaknya”. Bahkan dalam suatu riwayat tel;ah disebutkan, yaitu riwayat dari Sufyan bin uyainah dengan Az zuhri, dalam riwayat tersebut, Sufyan pernah meminta hadits dari Az zuhri tampa sanad, kemudian Az zuhri menjawa: “ apakah engkau ingin naik loteng tanpa tangga”. Setelah melihat ta’rif riwayat diatas, maka kita dapat mengetahui bahwa begitu urgennya mengetahui sanad dari suatu hadits.
            Dari sinilah kita akan mengetahu hadits Aly dan hadits Nazil, kalau kita telaah secara etiologi/bahasa, aly berarti tinggi, dan nazil berarti rendah. Sedangkan kalau kita telaah secara arti harfiyahnya, suatu hadits  dikatakan sebagai hadits Aly apabila hadits yang melalui rijalu’s sanad itu sedikit rawinya, karena dengan sedikitnya rawi, akan memperkecil noda-noda yang ada pada sanad, dan riwayat tersebut lebih dekat bersambung dengan Nabi Muhammad SAW.  sedangkan dengan banyaknya rijalu’s sanad pada suatu hadits, tidak menutup kemungkinan adanya noda yang bisa merusak keshohihan dari suatu hadits. Adapun pengertian dari hadits Nazil adalah, hadits yang melalui jalur rijalus sanadnya lebih banyak, atau rawi yang meriwayatkan suatu hadits lebih banyak dibandingkan dengan hadits Aly, dengan ta’rif hadits Nazil yang telah disebutkan sebagaimana diatas, hadits nazil bisa juga disebut sebagai kebalikan dari hadits Aly.
Berkaitan dengan sedikit atupun banyaknya rawi yang meriwayatkan kedua hadits tersebut, syarat yang lain adalah hadits tersebut harus dinilai shohih, dan bukan hadits dhoif, dan rawi-rawi yang meriwayatkan bukan orang-orang yang tertuduh dusta. Karena suatu hadits meskipun sanadnya sedikit, tetapi hadinya dhoif, maka hadits tersebut tidak bisa dikatakan sebagi hadits Aly. Dari sinilah maka kita bisa mengetahui bahwa suatu hadits dinilai sebagi hadits Aly(tinngi), bukan saja dilihat dari sedikinya sanad, tetapi keshohihan hadits juga diperhatikan. Pembahasan yang selanjutnya yaitu klasifikasi dari hadits Aly.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Fatchur Rahman dalam bukunya”Ikhtisar Musthalahul Hadits”, dalam bukunya tersebut, dia membagi hadits Aly kedalam 5 kelompok. Dianrara 5 kelompok tersebut diantaranya adalah Aly mutlak, Aly nisby, Aly tanzil, Aly bitaqdimil  wafat, dan Aly bitaqdimis sama’. Kita mulai dari yang pertama yaitu Aly mutlaq, definisi mengenai Aly mutlaq adalah sebagaimana yang telah dikemukakan diats, yaitu suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang sedikit, dan lebih dekat bersambungnya kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun pengertian dari Aly nisby adalah ukuran sedikitnya rawi yang meriwayatkan tidak dilihat dari disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. meleinkan kepada para imam-imam hadits yang mempunyai sifat yang lebih tinggi mengenai kehafalannya, kedhabitannya, dan kemashurannya.
Sedangkan pengertian dari Aly tanzil adalah ukuran dekatnya dilihat bukan dari kedekatannya riwayat tersebut sampai kepada nabi atupun imam-imam hadits, melainkan ukuran dekatannya dilihat dari kitab-kitab yang mu;tanad. Adapun pengertian dari Aly bitaqdimil wafat adalah suatu hadits yang dilihat kedekatannya berdasarkan  wafatnya seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadits. Sedangkan pengertian dari Aly bitaqdimis sama’ adalah suatu hadits yang ukuran kedekatannya dilihat berdasrkan riwayat orang yang meriwaytkan lebih dahulu mendengarnya dari seorang guru, daripada hadits yang diriwayatkan oleh kawannya yang mendengar kemudian dari guru tersebut.
Setelah mengetahu ta’rif seperti yang telah didemonstrasikan diatas, baik mengenai isnad dan hal-hal yang berhubungan dengan isdad, baik itu Aly ataupun Nazil. Dari sini maka kita bisa ambil kesimpulan bahwa meng-isnadkan suatu hadits adalah usaha yang sangat urgen dibidang perhaditsan, dan meng-isnadkan hadits juga termasuk dalam ketentuan agama. (kh)


TELAAH SEPUTAR ASBAB AL NUZUL

        Ayat-ayat Al Qur’an jika ditinjau dari sebab diturunkannya, maka terbagi menjadi 2 kelompok. Sekelompok ayat diturunkan karena disangkutkan dengan suatu sebab khusus, dan kelompok lainnya diturunkan tanpa dihubungkan dengan suatu sebab secara khusus.  Dari kelompok yang pertama ini tidak banyak jumlahnya, tetapi kelompok ini mempunyai pembahasan khusus dalam Ulumul Qur’an.  Pembahasan tersebut dinamakan Asbab al-nuzul, pembahasan tersebut diantaranya meliputi antara lain: pengertian asbab al nuzul, fungsi asbab al nuzul, riwayat asbab al nuzul, kualifikasi riwayat/hadits yang meriwayatkannya, jenis-jenis asbab al nuzul, dan kaidah-kaidah asbab al nuzul yang berfokus pada hubungan antara riwayat dan bentuk redaksi yang digunakan ayat-ayat ber-sabab nuzul.
            Dimulai dari yang pertama yaitu pengertian asbab al nuzul, kalau kita telaah secara etimologi/bahasa, kata asbab(tunggal/sabab)berarti sebab atau alasan. Jadi asbab al nuzul merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang menerangkan atau mengkaji tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat. Sedangkan menurut Al zarqani, asbab al nuzul adalah” suatu kejadian yang menyebabkan diturunkannya satu atau beberapa ayat, atau suatu kejadian yang bisa dijadikan sebagai petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu ayat”. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Shubhi Al Shalih, “suatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, yang dimana ayat tersebut memberikan jawaban atas hal itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu”.
            Unsur-unsur yang musti diketahui perihal asbab al nuzul adalah adanya suatu kasus, atau peristiwa yang menyebabkan ayat tersebut diturunkan, dan ayat-ayat tersebut digunakan untuk memberikan jawaban ataupun penjelasan terhadap kasus itu. Jadi, dalam pembahasan asbab al nuzul, ada beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan. Diantara unsur-unsur tersebut diantaranya adalah, adanya suatu kasus atau suatu peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya tempat peristiwa, dan adanya waktu peristiwa. Jika yang dimaksud sabab al nuzul diatas adalah hal-hal yang menyebabkan ayat-ayat Al Qur’an itu diturunkan, maka semua ayat-ayat dalam Al Qur’an mempunyai sabab al nuzul. Kareana semua ayat-ayat dalam Al Qur’an diturunkan untuk mentransformasikan umat Nabi Muhammad dari situasi yang lebih buruk ke situasi yang lebih baik menurut ukuran Tuhan. Kondisi objektif inilah yang menyebabkan ayat-ayat Al Qur’an diturunkan.
Pembasan selanjutnya yaitu, fungsi memahami sabab al nuzul, diantara fungsi memahi  sabab al nuzul sangat banyak sekali, seperti yang telah dikatakan sorang Ulama’ klasik dalam bidang ini, yaitu Al wahidi, “pengetahuan tentang tafsir dan ayat-ayat tidak mungkin, jika tidak dilengkapi dengan pengetahuan tentang peristiwa dan penjelasan yang berkaitan dengan sebab diturunkannya suatu ayat. Dari sekian banyak fungsi memehami sabab al nuzul, diantaranya adalah, memahami hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, suku, jenis kelamin dan agama. Mengetahui sabab al nuzul juga membantu memahami kejelasan terhadap beberapa ayat. Memahami sabab al nuzul juga dapat mengkhususkan (takhshis) hukum terbatas pada sebab, terutama para Ulama’ yang menganut kaidah “ sebab Khusus”. Diantara dari ketiga fungsi memahami sabab al nuzul diatas, yang terpenting untuk diketahui adalah memahami sabab al nuzul dapat membantu memehami apakah suatu ayat tersebut berlaku umum atau berlaku khusus.
Setelah mengetahui fungsi dari sabab al nuzul dari pengertian diatas, pembahasan selanjutnya yaitu mengenai cara-cara untuk bisa mengetahui sabab al nuzul. Sabab al nuzul bisa kita ketahui salah satunya adalah melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad bisa dijadikan pegangan, karena riwayat yang bisa dijadikan pegangan haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para Muhaditsin. Secara khusus riwayat dari asbab al nuzul adalah riwayat dari seseorang yang terlibat langsung dan menyaksikan peristiwa yang diriwayatkannya(yaitu pada saat wahyu itu diturunkan). Adapun mengenai riwayat yang berasal dari seorang tabi’in yang tidak merujuk pada Nabi Muhammad dan para sahabat, maka riwayat tersebut tertolak(dha’if), dan tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Oleh karena itu, kita harus mempunyai pengetahuan tentang siapa yang meriwaytkan peristiwa tersebut, dan pada waktu itu ia memang benar-benar menyaksikannya, dan kemudian siapa yang menyampaikan kepada kita.
Masih pembahasan seputar sabab al nuzul yang selanjutnya yaitu, jenis-jenis riwayat sabab al nuzul. Adapun jenis-jenis sabab al nuzul disini terbagi menjadi 2 kategoriyaitu: riwayat yang pasti dan tegas, dan riwayat yang tidak pasti(mumkin). Kategori yang pertama, para periwayat dengan tegas menunjukan bahwa peristiwa tersebut diriwayatkannya benar-benar berkaitan erat dengan sabab al nuzul. Sedangakan kategori yang kedua(mumkin), para periwayat tidak menceritakannya dengan jelas bahwa peristiwa tersebut erat kaitannya dengan sabab al nuzul seperti kategori yang pertama, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang berkaitan dengan sabab al nuzul tersebut.
Adapun jenis-jenis dari sabab al nuzul disini memang banyak sekali, diantara dari sekian banyak jenis-jenis sabab al nuzul  yang telah diketahuai, diantaranya adalah: sabab al nuzul sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum, sabab al nuzul juga sebagai tanggapan atas peristiwa khusus, disamping sabab al nuzul sebagai tanggapan atas peristiwa yang umum dan khusus, sabab al nuzul juga sebagai jawaban atas pertanyaan Nabi, dan sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang dilontarkan kepada kepada Nabi, seperti turunya (Qs An nisa:11). Yang artinya”Allah menyariatkan bagimu tentang pambagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka adalah dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak itu seorang perempuan saja, maka ia memperoleh separuh harta yang ditinggalkan. Dan untuk masing-masing 2 orang ibu, dan bapak, maka bagi mereka seper enam dari harta yang ditinggalkan. “
Ayat diatas turun secara khusus, dan memberikan jawaban secara tuntas  berkaitan dengan pertanyan sahabat Jabir. Sebagaimana diriwayatkan oleh jabir yang artinya”Rasulllaulah datang bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku(karena sakit) diperkampungan banu salamah. Rasullaulah menemukanku dalam keadaan tidak sadar, sehingga Nabi meminta untuk disiapkan air, kemudian berwudhu, dan memercikan sebagian pada tubuhku. Lalu aku sadar, dan bekata : Ya Rasullaulah, Apakah yang Allah perintahkan bagiku, berkenaan dengan harta yang aku miliki?”. Maka turunlah ayat di atas.
Pembahasan yang terakhir yaitu, pandangan Ulama’ perihal sabab al nuzul. Dari berbagi pandangan Ulama’ mengenai sabab al nuzul, ini menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan Ulama’, atau istilahnya terjadi kontradiksi dikalangan Ulama’. Dari sebagian Ulama’memandang penting keberadaan riwayat sabab al nuzul didalam memahami suatu ayat. Dilain pihak, para Ulama’ tidak menaruh perhatian khusus terhadap kedudukan sabab al nuzul, mereka para Ulama’ yang kontra terhadap sabab al nuzul, mereka tidak memberikan keistemewan terhadap sabab al nuzul, karena mereka memandang yang terpenting bagi mereka adalah apa yang tertera dalam redaksi ayat. Kemudian mereka menetapkan suatu kaidah yang artinya“ Yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafal, bukan kekususan sebab”, kemudian dari mereka para Ulama’ yang memandang penting riwayat-riwayat sabab al nuzul, mereka membantah kaidah yang dikeluarkan oleh para mereka yg tidak mendukung riwayat sabab al nuzul, dengan mengemukakan kaidah” yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal”.
Seperti turunnya (Qs al Maidah:38) yang artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan sejumlah orang yang terjadi pada masa Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal Am(umum), yaitu isim mufrat yang di ta’rifkan dengan Alif Lam(al jinsiyah). Mayoritas Ulama’ memahami ayat ini berlaku umum, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab turunnya ayat saja.
Jika hanya berpegang kepada redaksi ayat,  maka hukum yang difahami dari ayat tersebut adalah hukum potong tangan hanya dilakukan kepada seorang pencuri pada zaman Nabi saja, tetapi maksud dari redaksi ayat ini, hukuman potong tangan bukan hanya dilakukan pada zaman Nabi saja, tetapi hukuman potong tangan bisa dilakukan pada zaman sekarang kepada para pencuri yang melakukan pencurian. Karena Alif lam(al jinsiah) ini mempunyai makna umum yang tidak hanya tertuju pada yang menjadi turunnya ayat tersebut. Setelah mengetahui ta’rif sabab al nuzul,  mulai dari pengertian sampai polemik sekitar sabab al nuzul dikalangan Ulama’. Maka ada benang merah yang dapat ditarik, sabab al nuzul itu penting diketahui, karena pengetahuan tentang tafsir dan ayat-ayat, tidak mungkin bisa diketahui jika tidak dilengkapi dengan pengetahuan tentang peristiwa dan penjelasan yang berkaitan dengan diturunkannya sutau ayat,/sabab al nuzul (kh)